Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :
Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang
seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai
dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu
bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan
merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau
bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah.
Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia
rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin
kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini
karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila
keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti
ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah
barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang
mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja.
Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak
tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain,
kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan
menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi
mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan
berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga
diri.
Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah
orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia
inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya,
hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan
tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih
menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi
bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta
tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona
kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding
seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.
***
Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai
hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya,
melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa
yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak
apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa
tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji
dan jaminan Allah.
Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank,
saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah
kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang
dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan
kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang
dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka
atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin
Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.
Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya
tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak
tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan
bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.
Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan
batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja.
Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya
seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk
diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak
menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada
di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang
lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi
kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.
Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang
petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu,
ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai
kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian?
Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa
dititipi. Ini rumusnya.
Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah,
deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi
sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil,
jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya
biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan,
mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita
hanya dititipi.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam
kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan
memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap
apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan
hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu
walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar