Su`udzon atau berburuk sangka
dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan
mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil
keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa berkhusnudzon atau berbaik
sangka.
Hikam: "Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari
kesalahan-kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang diantara mu memakan
daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, maka tentulah kamu merasa jijik.
Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha menerima taubat lagi maha
penyayang." (QS. Al-Hudzurot: 12)
"Aku ini bagaimana prasangka hambaku kalau ia berprasangka baik maka ia
akan mendapat kebaikan, bila ia berprasangka buruk maka keburukan akan
menimpanya."
Buruk sangka atau su`udzon dapat
merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita, merusak akhlak kita, juga merusak
apa yang dijanjikan Allah kepada kita. Orang yang gemar berburuk sangka adalah
sedusta-dustanya perkataan, dalam berbaik sangka atau husnudzon bukannya
membenarkan kesalahan tapi minimal kita jadi tenang, kalau hati sudah tenang,
pikiran jernih keputusan bisa kita ambil dengan sikap yang tepat. Tetapi
husnudzon itu hanya kepada orang yang beriman karena jika husnudzon tidak
menggunakan ilmu maka akan mendatangkan masalah buat kita.
Wanita dilarang oleh Allah
sembarang menerima tamu laki-laki, karena itu akan membuat tidak aman dan akan mendatangkan
fitnah bagi wanita tersebut. Oleh karena itu menerima tamu di depan rumah bagi
wanita bukannya menghina tamu tapi demi keamanan dan menghindarkan fitnah dari
orang lain. Jika kita berburuk sangka kepada orang dan orangnya sudah
meninggal, maka yang kita lakukan adalah bertaubat dan minta ampun kepada Allah
serta mendo`akan orang tersebut.
Mudah-mudahan kita bisa memiliki
hati yang jernih dan akan mengakibatkan sikap kita pun menjadi jernih. (imm)
Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup
karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan
kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang,
seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan
baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini
berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah
kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di
dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba
bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet
yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita.
Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh
tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut.
Sungguh alangkah dahsyatnya.
Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil
meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian
merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja.
Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya
serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil
mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja
kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta
merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan
kambing hitamnya pada orang lain.
Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang
diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah
Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya,
pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata
illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata
tidak ada apa-apanya ini.
Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah
Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak
akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim
walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan
apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan
Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.
Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita
latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia,
tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala
perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh
sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya
akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti
kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus
terjadi.
Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa
dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji,
dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau
hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan
Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah.
Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang
merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu
pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya
ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia,
niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di
tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai
hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada
di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud
terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat
hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi
Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud
dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula
memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap
apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah."
(HR. Ahmad, Mauqufan)
Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah
tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang
tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini
dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak
ada izin Allah.
Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang
memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan
jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita,
kecuali dengan izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang
dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena
walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala
kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di
genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak
memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak
memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan
kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini
berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya
disisi Allah.
Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi
sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau
seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan
seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan
pertolongan-Nya kepada kita.
Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi
kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita
tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada
seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa
perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung
jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya.
Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga
yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan
bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan
semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan
arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan
oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa
keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan
dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di
sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan
ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara
berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita
menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan
keberuntungan yang sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya
serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan.
Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena
hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain
sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia
merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita
buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai,
memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah
keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai
apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain
Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya
karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang
sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang
tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi
ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke
tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu
selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan
rahasia-rahasia."
Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan
hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah
dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas
cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).
Semoga ALLAH SWT senantiasa
memberikan kepada kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat
sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.
Hati yang lapang dapat
diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada
ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan
akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan
dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika
kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja,
pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang
sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
Entah mengapa kita sering
terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak
nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk.
Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih,
bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat.
Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana
memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis
tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-harinya adalah hari
uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi
dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Ah, sahabat. Sungguh alangkah
menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah
sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan,
kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita,
sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita dengar
orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang
dicontohkan para rosul, para nabi, para ulama yang ikhlas, orang-orang yang
berjiwa besar, bukanlah mencontohkan mendendam, membenci atau busuk hati. Yang
dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi yang berdiri kokoh bagai tembok,
tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan
perilaku-perilaku rendah lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya
menghunjam ke dalam tanah, begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan
diterjang topan sekalipun, tetap mantap tak bergeming.
Tapi orang-orang yang lemah,
hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun, sudah panik, amarah membara, dan
dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham
Lincoln (mantan Presiden Amerika). Dia bila memilih pejabat tidak pernah
memusingkan kalau pejabat yang dipilihnya itu suka atau tidak pada dirinya,
yang dia pikirkan adalah apakah pejabat itu bisa melaksanakan tugas dengan baik
atau tidak. Beberapa orang kawan dan lawan politiknya tentu saja memanfaatkan
moment ini untuk menghina, mencela, dan bahkan menjatuhkannya, tapi ia terus
tidak bergeming bahkan berkata dengan arifnya,
"Kita ini adalah anak-anak
dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap saja akan
ada orang yang mencela dan menghina. Karena pencelaan, penghinaan bukan
selamanya karena kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini
ada saja manusia yang suka menghina dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan
hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap
saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini,
tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini hina betulan.
Ingatlah bahwa hidup kita di
dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi
jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang
paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini.
Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'plooong' lapang akan terasa
luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa
enak. Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa
mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi
kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita
kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa
artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken,
Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang
membara ?! Apa artinya raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil
BMW, kalau hatinya bangsat ?!
Lalu, bagaimana cara kita
mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan
dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup
ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap
oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi
yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit,
sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung
sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
Hal kedua yang harus kita lakukan
kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil
pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan
saja. Yang membagikan rizki adalah ALLAH, yang mengangkat derajat adalah ALLAH,
yang menghinakan juga ALLAH. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang,
sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian
ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina
dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap
cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara.
Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto
masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika
Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia
menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang
diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi
(Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau
dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan ?" Nabi Isa as, menjawab :
"Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita
memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita
miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia."
Sungguh, seseorang itu akan
menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki
seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai kamu bodoh, gila, kurang
ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah ? Masih ada yang lain
yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti
di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan
mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang
!".
Dikisahkan pula di zaman sahabat,
ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi, "Silahkan
kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu
ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat". Lalu dijawab
dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya
tidak akan ngomong satu patah kata pun".
Oleh karena itu, jangan ambil
pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan
tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon
kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada
ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam,
sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya
menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan
kepentingan kita".
Percayalah, makin mudah kita
tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara
hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita harus
menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau
tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan
?
Nah sahabat. Justru karena ada
lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia
masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang
tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata
nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil.
Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf,
karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati
lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah
hidup kita ini, subhanallah.
Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh
keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan.
Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai
rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.
1. Aku Bukan
Ancaman Bagimu
Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang lain, terlebih kalau
kita simak Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang terbaik adalah muslim yang
muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tagannya." (HR.
Bukhari)
Hindari
penghinaan
Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan dalam bentuk apapun
terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh, dan sebagainya,
jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai dengan penghinaan,
mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati serta rasa dendam.
Hindari ikut
campur urusan pribadi
Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang tidak ada manfaatnya
jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang punya urusan pribadi
yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan menimbulkan keberangan.
Hindari
memotong pembicaraan
Sungguh dongkol bila kita sedang berbicara kemudian tiba-tiba dipotong dan
disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan kemudian dikoreksi dengan cara
yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan menghargainya bahkan mungkin
menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk bersabar dalam mendengar dan mengoreksi
dengan cara yang terbak pada waktu yang tepat.
Hindari
membandingkan
Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa, kebaikan, penamplan,
harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya merasa dirinya tidak
berharga, rendah atau merasa terhina.
Jangan
membela musuhnya, mencaci kawannya
Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya, begitu pula mencaci
kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral, sepanjang diri kita
menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa untuk berubah harus
siap menjalani proses dan tahapan.
Hindari
merusak kebahagiannya
Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan tindakan yang akan
merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa beruntung mendapatkan
hadiah dari luar negeri, padahal kita tauh persis bahwa barang tersebut buatan
dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya, biarlah dia berbahagia
mendapatkan oleh-oleh tersebut.
Jangan
mengungkit masa lalu
Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau kekurangan yang
sedang berusaha ditutupi.
Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan yang sangat ingin
disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan pernah usil untuk mengungkit
dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga mengajak bermusuhan.
Jangan
mengambil haknya
Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain, setiap gangguan
terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan perlawanan yang
tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar menikmati hak kita,
agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.
Hati-hati
engan kemarahan
Bila anda marah, maka waspadalah karenan kemarahan yang tak terkendali
biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat melukai, dan
tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan manapun.
Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan tak usah
sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.
Jangan
menertawakannya
Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena
kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain
sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta
berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.
Hati-hati
dengan penampilan, bau badan dan bau mulut
Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan, bau badan atau mulut
kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar akan membuat orang lain
merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin menghindari kita.
2. Aku
menyenangkan bagimu
Wajah yang selalu cerah ceria
Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda,
"Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati.
Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus
dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta". (Sunan
Abu Dawud).
Senyum tulus
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan
bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus
memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah
nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak
dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk
hati.
Kata-kata
yang santun dan lembut
Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan dengan cara yang
lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika
berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang
menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan,
serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.
Senang
menyapa dan mengucapkan salam
Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling dahulu dalam menyapa dan
mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh dengan kehangatan dan
lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena demikianlah yang
dicontohkan Rasulullah.
Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian.
Bersikap
sangat sopan dan penuh penghormatan
Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha
menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika
sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal
yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh
Rasulullah.
Senangkan
perasaannya
Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil
kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal
muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan. Hal ini akan
membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.
Penampilan
yang menyenangkan
Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum. Menggunakan pakaian yang
baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, tentu
saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai Allah.
Maafkan
kesalahannya
Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap kekurangan dan kesalahan
orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat bahagia dan senang siapapun
yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan tentu hal ini pun akan
mengangkat citra kita dihatinya.
3. Aku
Bermanfaat Bagimu
Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari
nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara
manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi hamba-hamba Allah
lainnya.
Rajin
bersilaturahmi
Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih sayang dan ketulusan
walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki kesan yang mendalam,
apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan menumbuhkan kasih sayang.
Saling
berkirim hadiah
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling memberi dan berkirim
hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut miskin dengan
memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan ganjaran dan
jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.
Tolong
dengan apapun
Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta, tenaga, wakt atau
setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk mendengar keluh
kesahnya.
Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil
apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.
Sumbangan
ilmu dan pengalaman
Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki,
kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada pada diri kita bisa
menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.
Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan tulus ikhlas maka, kebahagiaan
dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat, karena tidak mengharapkan
sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah melakukan sesuatu untuk
orang lain. Semata karena Allah Swt.